haiiii aku mau ngasih kalian rangkuman novel Autumn in Paris karya Ilana Tan nih. Tugas bahasa Indonesia yang aku ketik 1 minggu lebih. Dan aku berbaik hati posting itu disini. Kurang baik apa coba? :p
Buat kalian yang mau copas silahkan. Tapi cuman buat ngerjain tugas aja ya. Kalau buat disimpen kayanya ga pantes. Soalnya rangkuman ini jelek banget :( kalo menurut aku sih hehe
oke langsung aja deh cekidot!
Ruangan sudah sepi sejak satu jam
yang lalu. Tetapi Tara Dupont masih duduk bersandar di kursi dengan kedua
tangan dilipat di dada. Keningnya berkerut dan matanya menyipit menatap lekat
ponsel yang tergeletak di meja kerjanya. Ia tidak habis pikir kenapa ponselnya
tidak bordering, tidak berkelap-kelip, tidak bergetar, tidak melakukan apapun!
“Ke mana saja kau?” desis Tara
sambil mengetuk-ngetuk ponselnya dengan kukunya yang dicat oranye.
“Kau bicara dengan ponsel?”
Tara mengangkat wajah dan melihat
Elise Lavoie yang baru masuk ke ruangan dan tersenyum kepadanya. Elise manis
yang berambut pirang emas sebahu, bermata hijau, dan berhidung berbintik-bintik
itu berusia 29 tahun, beberapa tahun lebih tua daripada Tara, tapi secara fisik
wanita itu tidak terlihat seperti wanit Eropa seusianya. Perawakannya kurus,
kecil, dengan wajah seperti gadis remaja.
“Sudah selesai siaran?” Tanya Tara
ringan.
Elise mengangguk dan berjalan ke
meja kerjanya yang persis di depan meja Tara. Merka berdua sama-ssama penyiar
di salah satu stasiun radio paling popular di Paris. Elise lebih senior
daripada Tara dan siaran utama yang ditanganinya adalah Je me souviens¹…, yaitu acara yang membawakan surat-surat dari para
pendengar, semenTara Tara membawakan program lagu-lagu popular dan tangga lagu
mingguan.
Setelah
lelah menunggu teleponnya bordering Tara pun memutuskan untuk pulang.
1
Aku mengenang…
“Mademoiselle² Dupont.”
Tara mendengar panggilan dari
seorang laki-laki yang sangat dikenalnya, tapi ia malah pura-pura tidak
mendengar. Ia keluar dari gedung tempat dia bekerja dan melangkah cepat ke
tempat mobilnya diparkir, berusaha keras mengabaikan bunyi langkah kaki yang
menyusulnya.
Saat Tara hendak membuka pintu
mobil. Tiba-tiba laki-laki itu menahannya dan meminta Tara untuk menemaninya
makan malam. Tara berusaha terlihat tidak peduli, tapi akhirnya ia tidak tahan
lagi dan berseru, “Brengsek kau, Sebastien Giraudeau! Kemana saja kau selama
ini? Kenapa tidak meneleponku?”
Senyum Sebastien Giraudeau
melebar, sama sekali tidak terpengaruh omelan Tara.
“Aku mau makan sate kambing!”
kata Tara ketus. Ia bersedekap dan menatap lurus ke mata Sebastien.
2 Nona
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Di Paris ini ada satu bistro kecil tidak terkenal yang menjadi
kesukaan Tara karena mereka menyajikan masakan Indonesia, khususnya sate kambing
kesukaannya. Lain halnya dengan Sebastien. Laki-laki itu tidak terlalu suka sate kambing atau masakan
Indonesia. Singkatnya,ia tidak terlalu suka makanan lain selain makanan Eropa.
Saat makan Tara tidak bisa
menahan diri untuk bertanya kepada Sebastien tentang dirinya yang tidak memberii
kabar kepada Tara melalui telepon.“Jadi,” kata Tara dengan mulut yang masih agak
penuh. Ia mengunyah sebentar, menelan, lalu melanjutkan, “Kemana saja kau
seminggu terakhir ini? Kalau kau masih ingat, waktu itu kau janji mau
menjemputku di bandara. Kau tahu berapa lama aku menunggu?”
Sebastien tidak segera menjawab.
Ia menahan senyum dan berusaha meyakinkan dirinya sendiri sekali lagi bahwa ia
lebih suka Tara Dupont yang cerewet daripada Tara Dupont yang pura-pura tidak
mengenalnya.
“Aku tahu apa yang sedang kau
pikirkan. Jangna coba-coba mengataiku cerewet,” ancam Tara sambil meraih
setusuk sate lagi dan menatap Sebastien dengan mata disipitkan.
Mereka berdua sudah berteman
sejak Tara pindah ke Paris. Pertemuan pertamanya adalah saat Sebastien diajak menghadiri pesta
pembukaan restoran baru ayah Tara di Quartier Latin. Sebastien pernah berpikir
bahwa gadis itu anak angkat karena Tara berbeda sekali dengan ayahnya. Ayah Tara,
Monsieur3 Dupont adalah tipikal orang Eropa, jangkung, tampan,
dengan rambut cokelat terang, hidung mancung, mata kelabu dan kulit putih
pucat, sedangkan putrinya, Tara Dupont, memiliki ciri-ciri dominan orang Asia.
Sebastien kemudian menganggap Tara seperti adiknya sendiri.
“Halo? Kau mau mulai menjelaskan
sekarang atau mau menunggu sampai salju turun?”
Sebastien mengangkat wajah dan
mendapati Tara sedang menatapnya dengan alis terangkat. “Baiklah, aku minta
maaf.” Kata Sebastien hati-hati dan menyunggingkan senyum seribu watt-nya. “Aku
minta maaf karena tidak bisa menjemputmu di bandara. Aku juga minta maaf karena
tidak menghubungimu.”
Akhirnya Sebastien menjelaskan
bahwa selama ini dirinya pergi ke Tokyo untuk mengerjakan salah satu proyek
ayahnya menjadi salah satu arsitek yang terlibat dalam proyek ini. Dan
Sebastien juga bercerita kalau dia memiliki teman di Jepang yang bernama
Tatsuya Fujisawa.
“Dia juga arsitek dan dia akan
bergabung dalam proyek pembangunan hotel ini. Arsitek jepang yang sebelumnya
bertanggung jawab dalam proyek ini mendadak menarik diri dari pekerjaan ini.
Karena itu perusahaan pihak jepang mengusulkan agar Tatsuya yang
menggantikannya.”
“Tetapi ketika aku dan ayahku
bermaksud menemuinya di Tokyo, kami diberitahu dia sedang berada di Paris. Aku
berhasil menghubunginya dan berjanji akan meneleponnya lagi kalau sudah kembali
ke Paris.”
Tara menunggu kelanjutannya. Ia
masih belum mengerti arah pembicaraan Sebastien. Dan Sebastien pun menjelaskan
bahwa dia telah menghubungi Tatsuya untuk datang ke bistro tempat dirinya dan Tara berada. Sebenarnya Tara kesal dengan
keputusan sepihak Sebastien ini karena Tara ingin mengobrol berdua saja
dengannya. Sebastien baru akan
menjelaskan ketika ponselnya berbunyi. “Halo? Oh, Tatsuya. Sudah sampai?”
Sebastien berpaling ke arah pintu dan Tara dengan enggan mengikuti arah
pandangnya. Ia melihat seorang pria berwajah Asia memasuki bistro sepi itu sambil memandang ke sekeliling ruangan. Sebastien
melambaikan tangan. Pria itu melihatnya dan tersenyum.
Sebastien langsung berdiri
merangkul dan menepuk-nepuk punggung temannya itu. SemenTara Tara memerhatikan
Tatsuya Fujisawa dengan cermat dan kening mengkerut, Tara merasa ini sepertinya
tidak asing. Tidak, Tara yakin betul ia tidak pernah bertemu laki-laki ini
sebelumnya, tetapi ada sesuatu yang merasa tidak asing dari diri Tatsuya
Fujisawa.
Akhirnya sebastien memperkenalkan
Tara pada Tatsuya dan mereka mulai bercerita. Mulai dari kebiasaan Tara yang
suka memakan sate kambing dan Tara yang juga menjadi seorang penyiar radio. Sebastien
menawarkan Tatsuya untuk mengikuti salah satu program di stasiun Tara yaitu
menulis surat untuk dikirimkan ke acara di radio tersebut.
Tiba-tiba Tara merogoh tas
tangannya untuk mengambil ponsel dan menatap benda itu sejenak, lalu berkata
kepada kedua laki-laki di hadapannya itu dengan nada menyesal, “Maaf, aku tidak
bisa tinggal lebih lama. Ada urusan mendadak. Aku harus pulang sekarang.”
Awalnya sebastien mengira Tara
kesal, tapi kenapa gadis itu harus berpura-pura mendapat pesan tentang urusan
mendadak?
Tara mengenakan kembali jaket dan
syalnya sambil meminta maaf kepada kedua laki-laki di hadapannya.
“Sampai jumpa.” Tara merangkul
Sebastien dan menempelkan pipinya di pipi Sebastien dengan cepat, setelah itu
ia melambai kepada Tatsuya dan keluar dari restoran.
3
Tuan
Tara sedang bersantai di ruang
tengah apartemennya sambil mendengarkan radio.
“Selamat siang, para pendengar.
Bagaimana kabar Anda semua hari ini?”
Tara mendengar suara Elise yang
ceria di radio dan melirik jam dinding. Oh, Je
me souviens… yang dipandu Elise sudah dimulai.
Suara Elise yang ramah terdengar
lagi. “Surat pertama yang akan saya bacakan hari ini adalah surat dari salah
seorang pendengar kita yang bernama Monsieur Fujitatsu.”
Fujitatsu? Tara mengerutkan
kening. Nama asing, tapi herannya terdengar tidak asing. Elise mulai membacakan
surat yang ditulis oleh Monsieur Fujitatsu itu. Menceritakan tentang
perjalanannya yang kesekian kali ke Paris. Tetapi perjalanannya kali ini
berbeda karena dia menemukan sosok perempuan yang menarik di matanya.
“… Tapi harus kuakui, ada sesuatu dari gadis itu yang membuatku tertarik.”
Setelah membaca cukup lama, akhirnya
Elise berhenti bercerita sampai di situ. Tara mendengar Elise menghela napas
dan berkata dengan nada menyesal. “ Monsieur Fujitatsu, Anda membuat kami semua
penasaran sekali. Anda tertarik pada gadis itu, bukan? Apakah Anda sedang
mencarinya? Apakah Anda bertemu denganny lagi? Mungkinkah itu cinta pada
pandangan pertama? Monsieur Fujitatsu, Anda harus mengabari kami lagi kalau ada
perkembangan menarik!”
Tara tersenyum sendiri. Monsieur
Fujitatsu itu sepertinya tipe pria romantis. Tara baru akan berdiri dan memberieskan
cat kukunya ketika gerakannya terhenti.
Fujitatsu?
Tara mengerjap-ngerjapkan mata.
Fujitatsu… Fuji-Tatsu… Fujisawa
Tatsuya…? Tatsuya Fujisawa?!
Tara ingin memastikan. Oh ya, ia
punya janji makan siang dengan Sebastien hari ini. Ia bisa bertanya pada
Sebastien. Tiba-tiba ia mendengar bunyi ponsek. Ia berjalan tertatih-tatih ke
kamar tidurnya dan mengambil ponsel yang tergeletak di tempat tidur. Ia menatap
layar ponsel dan tersenyum.
“ Allo, Sebastien,” katanya begitu ia menempelkan ponsel ke telinga.
“Tara, maaf hari ini aku tidak bisa
makan siang denganmu.” Senyum Tara memudar dan ia mendesis kesal.
Sebastien pun menjelaskan sebab
dirinya tidak bisa makan siang dengan Tara karena harus ke Nice untuk menemui
kepala proyek. Akhirnya, Tara pun menyerah dan membiarkan Sebastien
menyelesaikan masalahnya di Nice. Tiba-tiba ia teringat, “Oh ya, Sebastien.”
“Hm?”
“Temanmu yang dari Jepang
itu—Tatsuya Fujisawa—yang kau kenalkan padaku sekitar dua minggu yang lalu…”
“Mm, kenapa?”
Mereka pun akhirnya membicarakan
tentang surat yang menurut Tara ada hubungannya dengan Tatsuya.
“Kau tenang saja. Akan kutanyakan
padanya begitu dia kembali ke sini. Aku tahu kau tidak boleh dibiarkan
penasaran. Kalau tidak, orang-oramg di sekitarmu bisa terluka.” Sebastien
berkata dengan nada bergurau.
Tara tersenyum. “Telepon aku kalau
kau sudah kembali dari Nice. Semoga tidak ada masalah gawat di sana.”
Karena satu jam lagi ia harus
siaran, Tara memilih makan siang di kafe yang paling dekat dengan stasiun
radio, sehingga ia tidak perlu buru-buru mengejar waktu siaran. Saat ingin
memesan makanan tiba tiba Tara melihat sosok laki-laki dan ia pun ingat.
Tatsuya Fujisawa! Laki-laki itu Tatsuya Fujisawa! Ia melompat dan berdiri dan
nyaris menabrak pelayan yang berdiri di dekatnya. Tara segera menghampiri meja
Tatsuya.
“Permisi,” katanya agak ragu.
Laki-laki itu mengangkat wajah dan
menatapnya dengan bingung. “Ya?”
Tara pun berusaha untuk
mengembalikan ingatan Tatsuya tentang dirinya. “Oh, benar. Tara,” katanya
sambil tersenyum lebar. “Apa kabar?”
Mereka pun akhirnya mengobrol dan Tara
tiba-tiba teringat dengan surat yang dibacakan Elise saat siaran tadi.
“Ngomong-ngomong, ada yang ingin kutanyakan. Apakah kau menulis surat ke
stasiun radio kami?”
Tatsuya mengangkat alisnya dan
mulai menjelaskan bahwa Fujitatsu itu memang benar dirinya. Rasa penasaran Tara
pun sedikit terjawab dengan jawaban Tatsuya. Mereka pun akhirnya larut dalam
obrolan yang cukup menyenangkan. Mereka tidak pernah kehabisan bahan obrolan.
Meskipun begiu, tetap saja Tara tidak bisa menghilangkjan perasaan mengganggu
bahwa ada sesuatu pada Tatsuya yang membuatnya bingung.
“Ada rencana khusus akhir pekan
ini?” Tanya Tara setelah mereka membayar makanan dan keluar dari kafe.
“Aku berencana akan berkeliling
kota. Aku sudah berkali-kali datang ke Paris, tapi sama sekali belum sempat
melihat-lihat,” jelas Tatsuya, lau ia menoleh kea rah Tara. “Kau mau menjadi
pemanduku?”
Tara tersenyum. “Tidak masalah.”
Tatsuya melirik jam tangannya,
lalu memandang ke luar jendela, memerhatikan orang-orang yang berlalu lalang.
Ia menempati meja di samping jendela sehingga bisa melihat jalanan di luar sana
dengan jelas.
Gadis itu sudah terlambat tujuh
belas menit. Sayang sekali ia tidak meminta nomor telepon Tara kemarin. Kalau
tidak, ia bisa menelepon gadis itu dan bertanya apakah ia akan datang. Mungkin
saja gadis itu tiba-tiba berhalangan karena ada urusan penting tapi tidak bisa
menghubunginya. Kalau memang begitu, berarti sia-sia ia menunggu selama ini.
Tatsuya menyesap kopinya dan kembali
membaca buku panduan kota Paris yang baru dibelinya. Sesekali ia memandang ke
luar jendela sambil melamun. Tiba-tiba matanya terpaku pada orang berjaket
hitam yang berjalan lewat tepat di depan jendela kafe. Ia terkesiap dan sekujur
tubuhnya langsung menegang, ia hamper tidak percaya pada apa yang dilihatnya.
Pandangan Tatsuya tak pernah lepas
dari orang itu sampai sosoknya hilang ditelan kerumunan orang di seberang
jalan. Setelah orang itu lenyap dari pandangan, Tatsuya baru menyadari sejak
tadi ia menahan napas. Tangannya terkepal di atas meja. Jantungnya berdebar
kencang. Selama ini ia terus mencari orang itu dan akhirnya hari ini ia
melihatnya. Seharusnya tadi Ia langsung mengejar orang itu.
“
Maaf, aku terlambat.”
Tara terus berbicara untuk meminta
maaf karena dirinya terlambat, tapi Tatsuya nyaris tidak mendengarkan apa yang
dikatakannya, karena bayangan orang tadi masih meemnuhi otaknya.
“Tatsuya?”
Tatsuya menoleh ke arah Tara. Gadis
itu sedang mengamatinya dengan tatapan heran.
“Kau sakit? Wajahmu kelihatan
pucat,” kata Tara prihatin.
“Aku tidak apa-apa,” sahut
Tatsuya, lalu beranjak dari kursi “Aku ke belakang sebentar.”
“Oh, oke,” gumam Tara masih agak
bingung. Bagaimana tidak bingung kalau dari tadi ia terus mengoceh tetapi tidak
ditanggapi?
Di toilet, Tatsuya segera
menghampiri wastafel dan membasuh wajahnya. Mengendalikan debar jantungnya, dan
mengendalikan dirinya…
Setelah debar jantungnya kembali
normal, ia mengangkat wajah dan menatap bayangannya sekali lagi. Ia mengangguk
samar, lalu meraih serbet untuk mengeringkan wajah.
Ia keluar dari toilet dan
berjalan kembali ke mejanya, namun langkahnya tiba-tiba terhenti. Matanya
terarah pada Tara yang duduk menunggu di sama. Gadis itu tidak menyadari
kedatangannya karena posisi duduk yang sedikit miring dan memunggunginya. Gadis
itu duduk bersandar dengan kaki disilangkan dan memandang ke luar jendela.
Gadis itu… posisi duduknya… kaca
jendela besar… sinar matahari menyinarinya…
Benar-benar aneh—tapi
menyenangkan--melihat gadis itu duduk di sana dan melihat ke luar
jendela.posisi duduknya sekarang mengingatkan Tatsuya pada saat pertama kali ia
bertemu dengan gadis situ di bandara Charles de Gaulle yang membuatnya merasa
tertarik…
“Sudah lama aku ingin
melihat-lihat museum yang ada disini. Museum apa yang menarik?”
“Museum?” Tara mengerjap-ngerjapkan
mata. Sudah berapa kali laki-laki ini memberiikan
jawaban yang sama sekali tidak diduganya? Tatsuya Fujisawa benar-benar orang
yang sulit ditebak.
Gadis
itu kelihatan bosan.
Tatsuya melirik Tara yang sedang
memandangi sebuah patung karya Rodin tanpa ekspresi. Mereka sudah berada di
museum itu selama lebih dari dua jam dan walaupun jelas-jelas tidak tertarik
pada seni patung, gadis itu cukup sabar menemaninya. Tidak mengeluh sedikitpun.
Akhirnya Tatsuya memutuskan untuk tidak memperpanjang penderitaan Tara dia pun
mengajak gadis itu ke kafe untuk makan.
Selama menunggu makanan Tara terus
berceloteh panjang lebar tentang tempat di Paris yang menurutnya harus
dikunjungi Tatsuya. Sedangkan Tatsuya sendiri berusaha menahan senyum. Gadis
itu sanggup bercerita terus kalau memang diperlukan. Gadis yang menarik.
Setelah selesai makan Tara pun
membawanya berkelilinh kota, dengan penuh semangat menunjukkan tempat-tempat
menarik, seperti pemandu wisata berpengalaman. Tatsuya menyadari Tara gadis
yang ekspresif. Ia tidak hanya bercerita dengan kata-katanya, tapi juga dengan
mata dan gerakan tubuhnya.
Mereka saling bercerita satu sama
lain. Tentang musim gugur, warna mata, bahasa jepang, dll. “Aku jadi ingin
belajar bahasa Jepang.”
“Kau ingin belajar bahasa
Jepang?” Tatsuya mengulangi ucapan Tara. “Kenapa?”
“Tidak kenapa-kenapa. Aku memang
suka belajar bahasa asing,” sahutnya sambil mengangkat bahy. “Kalau tidak salah
dalam bahasa Jepang kau harus menambahkan kata san pada nama orang, bukan?”
Tatsuya mengangguk. “Kalau kau
sudah mengenalnya dengan baik, kau boleh memakan kata chan.”
“Tatsuya-san? Atau Fujisawa-san?”
Tanya Tara tidak pasti.
“Dua-duanya boleh, Tara-chan.”
“Hei, kau tahu, aku suka caramu
menyebut namaku,” kata Tara dengan wajah berseri-seri. “Sebastien tidak pernah
menyebut namaku dengan benar.”
Tatsuya merasa senang. Ia punya
satu kelebihan dibandingkan Sebastien.
Nah, pikiran apa itu? Kenapa
sekarang ia membanding-bandingkan diri dengan Sebastien? Tatsuya menghapus
pikiran itu dari benaknya.
Tiba-tiba ponsel gadis itu
berbunyi.
“Allo?” kata Tara setelah
menempelkan ponsel ke telinga. Tatsuya bisa melihat perubahan ekspresinya.
Matanya berkilat-kilat dan senyumnya melebar.
Telepon dari Sebastien, pikir
Tatsuya tanpa bisa dicegah.
“Sebastien!” seru gadis itu gembira.
Tatsuya memalingkan wajah. Benar,
bukan?
Setelah Tara menutup ponselnya
Tatsuya pun bertanya sekedar untuk berbasa-basi. “Sebastien pulang hari ini?”
Tara mengangguk. “Aku mau pergi
menjemputnya,” katanya, lalu ia teringat sesuatu. “Oh ya maaf. Aku tidak bisa
menemanimu ke Arc de Triomphe malam ini.”
“Tidak apa-apa. Kita bisa pergi lain
kali. Terima kasih karena sudah menemaniku hari ini.”
Tara melambaikan tangan. “Sampai
jumpa.”
“Sampai ketemu lagi, Tara-chan.”
Tatsuya memandangi Tara yang
berlari-lari kecil menjauhinya dan menarik napas panjang.
Tatsuya mengirimkan surat lagi ke
acara Elise. Kali ini surat itu ditujukan kepada Tara. Ia sangat berterima
kasih karena Tara sudah bersedia menjadi pemandunya untuk mengelilingi kota
Paris.
Saat siang, Sebastien mengajak Tara
untuk makan siang bersama. Sebastien pun minta izin untuk mengajak Tatsuya. Tara
pun dengan senang hati mengizinkannya karena ia ingin sekali bertemu Tatsuya
lagi. Di dalam mobil Sebastien bercerita banyak tentang wanita yang disukainya.
Tara pun harus bersabar mendengarkan cerita yang bisa membuat darahnya
mendidih. Ya, Tara sangat cemburu ketika mengetahui Sebastien jatuh cinta
dengan seorang wanita.
Sesampainya di restoran Tara
langsung mencari Tatsuya dan Sebastien pun memberii tahunya kalau Tatsuya tidak
bisa ikut makan siang bersama mereka. Saat sedang mengobrol tiba-tiba ponsel
Sebastien berbunyi. Telepon dari wanita yang disukai Sebastien, Juliette…
Tara langsung memasang muka
masam. Sebastien mendengarkan ponsel, lalu tertawa dan berkata, “Tentu saja aku
punya waktu sekarang.”
Tara melotot. Apa katanya? Tara
benar-benar tidak terima! Sebastien rela membatalkan makan siang dengannya
hanya demi Juliette. Sebastien meminta
maaf lalu bangkit dari kursi dan meraih jaket melambai ke arah Tara dan keluar dari
restoran.
Tara menunduk menatap taplak meja
yang putih. Menarik napas panjang, lalu mengangkat tangan kanannya dan
ditempekan di dada. Sakit.
Hari itu sungguh menyebalkan.
Perasaan Tara tidak membaik sepanjang sisa hari itu. Ditambah lagi ia terpaksa
menerima omelan dari atasannya. Setelah keluar dari ruangan atasannya Elise
langsung tersenyum menghibur Tara. Ia pun mengalihkan pembicaraan agar Tara
tidak terlalu larut dalam kejadian tidak menyenangkan itu. Elise mengalihkan
pembicaraan tentang ulang tahunnya yang akan diadakan hari sabtu. Saat Tara
asyik mengobrol dengan Elise tiba-tiba Tatsuya menelepon untuk meminta maaf
karena tidak bisa makan siang bersama. Dan sebagai permintaan maafnya Tatsuya
mengajak Tara untuk makan malam bersama di rumahnya. Tara pun setuju dan
meminta alamat rumah Tatsuya.
Sesampainya di rumah Tatsuya mereka
pun makan bersama. Setelah selesai makan Tara melihat sekeliling apartemen
Tatsuya dan melihat foto almarhumah ibu Tatsuya. Tatsuya pun tiba-tiba
bercerita maksud dan tujuannya datang ke Paris adalah untuk mencari cinta
pertama ibunya.
Sebenarnya Tatsuya sudah tahu
mengenai informasi yang berkaitan dengan cinta pertama ibunya itu. Tetapi ia
belum berani untuk bertemu dengannya. Akhirnya Tara mengalihkan pembicaraan
mengenai surat yang sering dikirim Tatsuya ke acara di stasiun radionya itu
memiliki banyak penggemar. Tara pun meminta Tatsuya untuk tetap mengirim
surat-surat romantisnya itu ke radio. Tatsuya berpikir sebentar, lalu berkata,
“Akan kukabulkan keinginanmu kalau kau mau pergi jalan denganku kapan-kapan.”
Mata Tara membesar dan ia tersenyum.
“Kau mengajakku kencan?”
Tatsuya mengirim surat lagi ke
acara Elise itu. Ia tetap konsisten menceritakan satu gadis yaitu Tara. Tara
pun juga konsisten menyukai surat yang dibacakan oleh Elise itu. Saat sedang
mendengarkan radio tiba-tiba ponsel Tara berbunyi. Telepon dari Tatsuya. Ia
ingin mengajak Tara kencan dan tentu saja Tara langsung menerimanya.
Sejak hari itu Tatsuya sering
menulis surat ke Je me souviens dan
membuat Tara selalu menanti-nantikan acara itu. Isi suratnya selalu mengenai
hal-hal yang sepele namun anehnya berkesan.
Akhirnya Tatsuya memberianikan
diri untuk menelepon cinta pertama ibunya, Monsieur Jean-Daniel Lemercier… Ia
meminta orang itu bertemu dengannya di suatu tempat untuk membicarakan hal
penting mengenai ibunya.
Saat sudah berhadapan dengannya
Tatsuya pun menceritakan semuanya tentang kematian ibunya lalu menyerahkan
surat yang ditulis ibunya sebelum meninggal dunia kepada Jean-Daniel Lemercier.
Dan Tatsuya juga bercerita bahwa dia adalah anak kandungnya. Anak kandung dari
Monsieur Jean-Daniel Lemercier.
Tatsuya juga bercerita kalau maksud
dia menemui ayah kandungnya ini bukan untuk meminta apapun. Ia merasa dirinya
sudah berkecukupan.
“Anda sudah berkeluarga, Monsieur?”
tanya Tatsuya. Tiba-tiba saja Tatsuya ingin lebih mengenal ayah kandungnya.
Jean-Daniel Lemercier tersenyum
lemah dan bercerita juga kalau dia sudah pernah menikah dan memiliki anak
bernama Victoria. Ia pun berjanji akan mengenalkan anaknya itu kepada Tatsuya.
Tatsuya keluar dari restoran dan
mengembuskan napas panjang. Selesai! Mimpi buruknya berakhir sudah. Ia merasa
menyesal karena harus menunggu begitu lama untuk bertemu ayah kandungnya
sendiri. Seusai pertemuan itu Tatsuya merasa harus menemui Tara dan
menceritakan ini semua. Ia pun langsung mengeluarkan ponsel dan menelepon Tara.
Mereka bertemu di taman yang tidak
jauh dari tasiun radio tempat Tara bekerja. Tatsuya langsung menceritakan kalau
cinta pertama ibunya itu adalah ayah kandungnya. Tara terpana dan kaget dengan
berita itu tapi tetap berusaha tenang.
Tatsuya pun kembali menjelaskan
bahwa dirinya sangat lega setelah kejadian itu. Ia pun mengajak Tara untuk
merayakannya dengan memasak kari di rumah Tatsuya.
Tara mengajak Tatsuya ke salah
satu kelab milik ayahnya. Kelab mewah bernama La Vue. Masih jelas dalam ingatan
Tatsuya disinilah ia bertemu dengan gadis dari bandara itu. Mereka berada di
kelab itu untuk menghadiri ulang tahun Elise.
Di ulang tahun itu juga ada
Juliette. Wanita yang disukai Sebastien. Elise mengatakan pada Tara kalau ada
seseorang yang mendekati Tatsuya, dan itu adalah Juliette. Tentu saja, hal itu
membuat Tara naik darah. Tara langsung menghampiri Tatsuya dan berbicara dengan
nada sinis tapi Tatsuya malah tersenyum melihat tingkah Tara yang seperti itu.
Dia mempunyai perkiraan kalau Tara cemburu. Tapi Tara malah mengelak. Tatsuya
pun berusaha menjelaskan kalau Juliette bukanlah tipenya.
Saat sedang asyik mengobrol dengan
Tatsuya tiba-tiba Tara melihat Papanya. Dia pun menyelutuk dan semua orang
menoleh termasuk Tatsuya.
“Papa,” seru Tara gembira sambil
merentangkan kedua tangannya.
“Victoria, ma cherie,” kata pria itu dan merangkul Tara.
Saat itulah Tatsuya melihat wajah
pria itu dengan jelas dan darahnya mendadak membeku.
Papa…? Victoria…?
Saat itu juga Tara memperkenalkan
bahwa pria yang ada disampingnya Jean-Daniel Dupont adalah ayahnya, pemilik
kelab paling mewah di Paris, La Vue. Tetapi Tatsuya lebih mengenalnya dengan
nama Jean-Daniel Lemercier, orang yang baru diketahuinya sebagai ayah
kandungnya. Ya, ayah Tara mengubah namanya karena suatu alasan yang tidak bisa
diberitahunya…
Untuk beberapa detik yang
menegangkan, mereka berdua bertatapan. Hanya bertatapan. Terlalu kaget dan
bingung untuk bersuara. Suasana sangat
sunyi untuk beberapa saat. Akhirnya Tatsuya pergi dari tempat itu untuk
mengambil minuman dan juga untuk mengendalikan diri kembali setelah melihat
kejadian yang tak diduganya.
Saat Tatsuya pergi ayah Tara
langsung mengajaknya untuk berbicara empat mata. Ayahnya menanyakan tentang
hubungan anaknya dengan Tatsuya. Dan jawaban Tara sangat mengejutkan ayahnya.
Ia mengaku kalau dirinya menyukai Tatsuya.
Tatsuya sendiri hancur ketika
mengetahui Tara adalah anak dari Jean-Daniel Dupont. Itu berarti mereka kakak
beradik. Tatsuya pusing memikirkan hal itu. Dia sampai tidak sadar sudah tidak
tidur semalaman karena memikirkan hal itu. Sekarang ia sungguh-sungguh berharap
Jean-Daniel Dupont bukan ayah kandungnya.
Setelah kejadian itu Jean-Daniel
Dupont mengajak Tatsuya untuk bertemu. Ia terlalu cemas jika dua kakak beradik
ini terlibat cinta. Tapi Tatsuya tetap berkelit dengan memberiikan pernyataan
yang tidak-tidak, seperti…
“Apakah Tara benar putri kandung
Anda?”
“Apa Anda yakin kalau saya adalah
putra kandung Anda?”
Akhirnya Tatsuya ingin mengajukan
harapan terakhirnya yaitu melakukan tes DNA, dan Jean-Daniel Dupont
menyetujuinya.
Tara sedang menemani Elise di
rumah sakit. Olivier, pacar Elise sedang di rumah sakit karena harus menjalani
operasi usus buntu. Saat ingin ke toilet
tiba-tiba Tara melihat ayahnya. Ia pun menghampiri ayahnya dan melihat
perubahan sikap ayahnya yang selalu gelisah. Tapi saat ditanya pasti ayahnya
selalu meyakinkan segalanya baik-baik saja.
Tara pun menjelaskan alasannya
berada di rumah sakit. Begitupun ayahnya. Ayahnya menjelaskan dengan
terburu-buru dan ingin segera pergi untuk menjenguk temannya. Tara heran dengan
sikap ayahnya yang terburu-buru, sangat bertolak belakang dengan sikap tenang
ayahnya yang biasa. Ayahnya pun langsung meninggalkan Tara untuk menjenguk temannya.
Saat Tara keluar dari toilet dan
berjalan kembali ke kamar rawat Olivier. Ia melihat Tatsuya sedang duduk di
bangku taman rumah sakit itu. Ia pun menghampiri Tatsuya dan melihat Tatsuya
dalam keadaan pucat. Tatsuya pun mengaku kalau dirinya memang kurang tidur. Tara
menggigil saat sedang mengobrol dengan Tatsuya. Melihat hal itu Tatsuya pun
langsung memeluk Tara. Sedangkan Tara
langsung mengerjapkan mata dan tercengang dengan kejadian itu. Tapi ia
menurut saja.
Amplop tipis di tangannya ini terasa
berat. Amplop yang berisi hasil tes DNA dirinya bersama Jean-Daniel Dupont.
Dengan tangan yang agak gemetar ia merobek amplop putih itu dan mengeluarkan
kertas di dalamnya.
Begitu selesai membaca, kedua
tangannya terkulai lemas dan ia memejamkan mata erat-erat. Harapan terakhirnya…
Satu-satunya harapan yang dimilikinya hilang sudah.
Ia. Tatsuya Fujisawa, memang anak
kandung Jean-Daniel Dupont.
Tara datang ke kantor Sebastien.
Ia ingin menggali lebih jauh tentang perubahan sikap Tatsuya. Tapi nihil.
Ternyata Sebastien juga tidak tahu-menahu tentang perubahan sikap Tatsuya itu.
Akhirnya Tara pun menyerah dan mengalihkan pembicaraan . Tara menanyakan hubungan
Sebastien dengan Juliette tetapi Tara sangat terkejut dengan jawaban Sebastien.
Ternyata Sebastien telah dicampakkan oleh Juliette.
Saat ingin memesan makanan untuk
makan siang mereka. Sebastien tiba-tiba teringat sesuatu dan bertanya kepada Tara,
“Ngomong-ngomong, apakah kau tahu hari ini ulang tahun Tatsuya?”
Saat Tara sudah pulang dari
kantornya Sebastien pun masuk ke ruangan Tatsuya untuk mencari tahu apa yang
sedang terjadi padanya. Tapi Tatsuya mengatakan kalau dirinya baik-baik saja.
Saat sedang berbicara dengan Sebastien tiba-tiba Jean-Daniel Dupont menelepon
Tatsuya dan menanyakan tentang hasil tes DNA. Tatsuya pun memberii tahu
hasilnya. Dan Jean-Daniel Dupont menyuruh Tatsuya untuk segera memberii tahu Tara
tentang kebenaran itu.
Sepanjang hari Tatsuya merenung. Ia
terus menyibukkan diri tanpa henti, sampai ponselnya berbunyi. Telepon dari Tara.
Ia meminta Tatsuya untuk bertemu dengannya. Tapi Tatsuya berbohong dengan
mengatakan dirinya sedang sibuk. Tetapi Tara tetap tidak mau tahu dan akan
menunggu Tatsuya sampai kapanpun. Ia sangat yakin Tatsuya akan datang untuknya.
Tara sudah mempersiapkan kejutan
ulang tahun Tatsuya. Ia menunggu sangat lama sampai dia ingin putus asa. Tapi
setelah tiga jam menunggu akhirnya Tatsuya datang. Tara pun langsung
menyambutnya dengan ceria. Saat Tatsuya hendak menyampaikan sesuatu tiba-tiba Tara
menyuruhnya untuk berhenti dan melihat kejutan yang disiapkan Tara untuknya. Tara
membawakan kue dan hadiah berupa jam tangan. Agar Tatsuya tidak lupa waktu saat
bekerja.
Tara merasa ada yang aneh
akhir-akhir ini dengan Tatsuya. Dan ia merasa harus menanyakan hal ini dengan
ayahnya. Karena Tara merasa perubahan sikap Tatsuya ini ada hubungannya dengan
ayahnya.
Setibanya di kantor ayahnya. Tara
mendapati ayahnya sedang menelepon seseorang. Dan Tara terkejut ketika ayahnya
menyebutkan nama Tatsuya dalam obrolan di telepon itu. Setelah telepon berakhir
ayahnya baru sadar kalau Tara sedari tadi telah mendengarkan percakapannya.
Ayahnya pun menjelaskan kalau Tara
tidak boleh menyukai Tatsuya. Tara pun bingung dengan sikap ayahnya yang tiba-tiba
ini. Saat sedang berdebat dengan ayahnya Tara pun mendapat telepon dari
Sebastien kalau di lokasi proyek ada kecelakaan. Dan Tatsuya adalah salah satu
korbannya. Tara pun langsung bergegas menuju rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit
Sebastien pun menjelaskan bahwa Tatsuya tertimpa balok kayu. Sebastien juga
menambahkan bahwa Tatsuya tidak apa-apa karena sudah ditangani oleh dokter yang
cekatan. Teman ayah Tara, Dokter Laurent Delcour.
Setelah diperiksa oleh dokter Tara
pun masuk ke ruang rawat dimana tempat Tatsuya berada. Ia memarahi Tatsuya, meskipun Tatsuya tidak
mendengarnya. Tara terlihat kacau sekali ketika melihat Tatsuya terbaring lemah
di ranjang rumah sakit.
Tara pun merasa harus menemui
Dokter Delcour dan ayahnya Tara pun pergi mencarinya. Saat Tara sudah menemukan
ruang kerja Dokter Delcour ia bisa mendengar percakapan anTara Dokter Delcour
dan ayahnya. Saat itulah Tara akhirnya meyakinkan dirinya untuk menguping
pembicaraan itu. Dan betapa terkejutnya Tara saat mengetahui bahwa ternyata
Tatsuya adalah anak kandung dari ayahnya. Tara tercengang dan jantungnya serasa
berhenti berdebar. Napasnya tercekat. Ia tidak percaya pada pendengarannya.
Akhirnya kini ia tahu penyebab sikap
Tatsuya yang berubah. Ia pun baru sadar kenapa sejak pertama kali bertemu
Tatsuya, ia merasa laki-laki itu sepertinya tidak asing. Dulu ia tidak tahu
kenapa, tetapi sekarang semuanya mendadak jelas.
Tatsuya mengingatkan Tara pada
ayahnya!
Kenapa baru sekarang ia
menyadarinya?
Kenapa harus Tatsuya?
Tara menekan telapak tangannya ke
dada. Sakit…
Tara tetap bekerja seperti biasa.
Hanya saja sikapnya tidak biasa. Tara berubah menjadi pendiam. Setelah selesai
siaran ia pergi ke puncak Arc de Triomphe salah satu tempat kesukaannya. Ia
ingin menenangkan diri untuk beberapa saat disana.
Saat sedang asyik menikmati
kesunyian dan kesendiriannya tiba-tiba Tatsuya datang dan melepaskan
kerinduannya. Tara bisa merasakan berbagai macam perasaan membanjiri dirinya.
Saat itulah ia menyadari betapa ia merindukan Tatsuya. Amat sangat…
Tara tidak bisa menahan air matanya.
Akhirnya Tatsuya memutuskan untuk melupakan masalah mereka dan bersenang-senag
sebentar. Tara pun setuju dan mereka pergi ke tempat yang bisa membuat mereka
senang.
Ketika waktu sudah berganti malam. Tara
merasa tidak rela. Perlahan-lahan kenyataan mulai menghampiri dan ia belum siap
menerimanya. Tatsuya mengantarnya sampai ke apartemen. Saat Tatsuya berbalik pergi Tara sadar kalau ia belum
ingin masuk ke apartemennya.. Ia butuh udara segar. Dan mungkin sungai Seine
bisa menjadi salah satu alternatifnya.
Sesampainya disana ia menangis dan
memutuskan untuk menelepon ayahnya. Bertanya kenapa Tatsuya bisa menjadi
anaknya. Meyakinkan ayahnya kalau ini hanyalah sebuah kebohongan. Dan pada
akhirnya ia tidak bisa memendam ini terlalu lama. Kedua tangannya menutupi
wajah, bahunya berguncang keras dan tubuhnya masih gemetar. Kemudia ia
membisikkan pengakuannya, “Papa… Papa… aku… mencintainya.”
Jean-Daniel Dupont langsung
menelepon Tatsuya ketika mendapati anaknya menelepon dengan keadaan setengah
histeris seperti itu. Ia meminta Tatsuya mencarinya. Tatsuya pun akhirnya mengiyakan
dan meminta Sebastien untuk membantunya.
Sebastien pun mengemudi dengan
hati-hati dan berhenti di sungai Seine ketika menangkap sosok seseorang yang
dikenalnya berdiri di tepi jembatan. Terlihat Tara seperti orang ingin bunuh
diri. Tapi sebelum itu terjadi Sebastien dating menghampirinya. Dan membawa Tara
kembali kea lam sadarnya.
Tara pun berkata pada Sebastien
bahwa dia ingin minum sampai mabuk. Bahkan kalau bisa sampai mati. Pada awalnya
Sebastien memarahi Tara. Tapi pada akhirnya ia tidak bisa menolak keinginan Tara
untuk minum. Sebastien pun mengajak Tara ke kelab milik ayahnya dan membiarkan Tara
mabuk.
Saat Tara hendak membuka bir
ketiganya Sebastien terpaksa harus menghentikannya dan mengantarnya pulang.
Gadis itu sudah mabuk berat dan sama sekali tidak bisa berjalan benar tanpa
dibantu. Dalam keadaan seperti itu Sebastien pun memutuskan untuk bermalam di
apartemen Tara. Siapa tahu apa yang akan dilakukan Tara bila tiba-tiba
terbangun dan depresi sial itu kembali menyerangnya?
Keesokan paginya, Sebastien sudah
menyiapkan sarapan untuk Tara. Saat sedang menunggu Tara selesai mencuci muka
tiba-tiba Tatsuya datang ke apartemen Tara. Saat keluar dari kamar mandi Tara
berusaha bersikap seperti biasa. Ia pun memberi tahu Sebastien bahwa dirinya
dan Tatsuya adalah saudara.
Tatsuya pun bingung dengan perubahan
sikap Tara yang mendadak ini. Ia pun pergi dari apartemen Tara dengan rasa
kesal yang memuncak. Setelah Tatsuya pergi, Sebastien melihat Tara menempelkan
telapak tangannya di dada. Bibirnya bergetar dan matanya berkaca-kaca. Gadis
itu sedang berusaha keras menahan tangis.
Saat sedang di kantor Tara asyik
membaca majalah. Ketika Charles memasuki ruangan dan menyebutkan nama Tatsuya
tiba-tiba sikap Tara langsung berubah. Ia merasa napasnya tercekat,
tenggorokannya tersumbat, dan air matanya nyaris tumpah ke luar.
Lain halnya dengan Tatsuya, ia
berusaha keras untuk menyibukkan diri agar tidak punya waktu untuk memikirkan
Tara atau apapun yang berhbungan dengan Tara. Ia pun pergi ke kafe untuk
beristirahat sejenak. Saat itu pula ia mendengar namanya dipanggil oleh
Juliette dan mereka pun akhirnya berbincang-bincang.
Dan saat itu juga di kafe yang sama
Tara melihatnya. Melihat Tatsuya tertawa bersama Juliette. Tiba-tiba ia merasa
ada rasa sakit yang menghujam dadanya. Ia pun berusaha secepat mungkin keluar
dari kafe itu. Dan akhirnya memutuskan untuk duduk di bangku panjang yang
letaknya di pinggir jalan.
Dan betapa terkejutnya Tara
tiba-tiba saja Tatsuya sudah ada di depannya. Tatsuya berlari mengejar Tara
karena ada suatu hal yang ingin diberitahunya kepada Tara. Tatsuya
memberitahukan Tara bahwa dirinya akan kembali ke Jepang. Dan tidak akan
kembali lagi ke Paris…
Hari ini tubuh Tara sangat rapuh.
Ia kehilangan semangat hidup. Ia merasa bimbang apakah dirinya harus mengantar
Tatsuya ke bandara? Melepaskan Tatsuya untuk selamanya? Membiarkan Tatsuya
menghilang dari pandangannnya?
Tiba-tiba ia mendengar ponselnya
bordering. Telepon dari Elise yang memberitahukan bahwa Monsieur Fujitatsu
telah mengirimkan e-mail terakhirnya. Tara pun bergegas menyalakan radio dan
mendengarkan cerita yang dikirimkan Tatsuya ke acara Elise.
Tatsuya menceritakan tentang Tara
lagi. Ia bercerita tentang sakitnya hati seseorang yang harus mencintai seseorang
yang tidak boleh didapatkannya. Menceritakan awal pertemuannya dengan Tara. Dan
akhirnya ia mengaku bahwa dirinya mencintai Tara.
Sebulan sudah Tatsuya berada di
Jepang. Dan semuanya baik-baik saja, ketika Tara mendapat telepon yang
mengabarkan berita buruk itu segalanya berubah. Tatsuya mengalami kecelakaan
dan mengalami coma. Tara pun langsung pingsan.
Setelah sadar ayahnya langsung
menjelaskan kepada Tara kalau Tatsuya masih hidup, tapi tidak akan bisa
bertahan lama. Tara pun histeris mendengar hal itu. Akhirnya Tara dan ayahnya
memutuskan untuk pergi menyusul Tatsuya.
Begitu sampai di Jepang, Tara
langsung menuju rumah sakit tempat Tatsuya dirawat. Disana ada ayah tiri
Tatsuya yang terlihat sedih. Ia pun menjelaskan kalau alasan Tatsuya bertahan
adalah karena menunggu Tara. Saat disuruh untuk masuk ke ruangan Tatsuya, Tara
enggan untuk masuk karena dirinya takut ketika mereka bertemu Tatsuya akan
berhenti menunggu dan meninggalkannya.
Mengerti akan kegelisahan yang
dirasakan Tara. Keiko, tetangga Tatsuya pun mengajak Tara untuk pergi ke
apartemen Tatsuya. Tara pun akhirnya menurut. Ia pergi ke apartemen Tatsuya dan
melihat sekeliling kamar itu. Terkadang Tara sedih tapi terkadang ia juga
tersenyum membayangkan dirinya dengan Tatsuya dulu.
Tara juga menemukan notes dan foto
di dalam laci Tatsuya. Tentang Tatsuya dan dirinya. Tara tidak bisa menahan
tangis ketika melihat itu. Tara pun lebih memberanikan diri untuk membuka
laptop Tatsuya. Alisnya berkerut samar ketika melihat apa yang muncul di layar.
E-mail! Tatsuya selalu menanyakan keadaan Tara lewat email melalui Sebastien.
Tara pun membulatkan tekad, dan mulai membaca satu persatu e-mail tersebut.
Semakin lama pandangannya semakin
kabur, dadanya semakin berat, dan napasnya semakin sulit.
Tara pun akhirnya memutuskan
untuk masuk ke ruangan Tatsuya. Dirinya berharap Tatsuya dapat bertahan. Ia
berusaha keras menahan tangis sambil menceritakan apa saja yang didapatkannya
di apartemen Tatsuya. Tapi tidak berhasil. Ia menangis. Tapi saat itu juga mata
Tara melebar saat melihat mata sebelah kiri Tatsuya yang tidak diperban basah.
Dia menangis! Tara pun semakin gencar mengajak Tatsuya berbicara. Mengharapkan
agar Tatsuya bangun dan membalas satu saja dari semua pertanyaanya.
Tara memegang lengan Tatsuya dengan
sebelah tangan sementara yangan lainnya menutup mulut. “Aku akan baik-baik
saja,” isaknya pelan. “Aku akan selalu menyayangimu.” Aku mencintaimu… Aku mencintaimu… Aku mencintaimu…
Lalu Tara mendengar bunyi panjang dan datar yang
membuat bulu kuduknya meremang. Saat itu juga ayahnya langsung menarik Tara
menjauh dari ranjang dan memeluknya. Sebelum ia sempat berpikir, pintu kamar
terbuka dan orang-orang berpakaian putih menerobos masuk.
Namun
kenyataannya usaha dokter dan perawat yang mengelilngi ranjang Tatsuya tidak
berhasil. Mereka perlahan menjauh dari ranjang dan menatap monitor yang tetap
menunjukkan garis lurus itu. Tara membenamkan wajah di dada ayahnya dan
menangis bersamanya.
Jangan
marah padaku kalau aku menangis… Hari ini saja… Kau boleh lihat sendiri nanti.
Kau akan lihat tidak lama lagi aku akan kembali bekerja, tertawa, dan mengoceh seperti
biasa… Aku janji…
0 komentar:
Posting Komentar