Kamis, 30 Mei 2013

Rangkuman Novel

Diposting oleh Indah Noor Fazriana di 03.03
haiiii aku mau ngasih kalian rangkuman novel Autumn in Paris karya Ilana Tan nih. Tugas bahasa Indonesia yang aku ketik 1 minggu lebih. Dan aku berbaik hati posting itu disini. Kurang baik apa coba? :p
Buat kalian yang mau copas silahkan. Tapi cuman buat ngerjain tugas aja ya. Kalau buat disimpen kayanya ga pantes. Soalnya rangkuman ini jelek banget :( kalo menurut aku sih hehe
oke langsung aja deh cekidot!


Ruangan sudah sepi sejak satu jam yang lalu. Tetapi Tara Dupont masih duduk bersandar di kursi dengan kedua tangan dilipat di dada. Keningnya berkerut dan matanya menyipit menatap lekat ponsel yang tergeletak di meja kerjanya. Ia tidak habis pikir kenapa ponselnya tidak bordering, tidak berkelap-kelip, tidak bergetar, tidak melakukan apapun!
“Ke mana saja kau?” desis Tara sambil mengetuk-ngetuk ponselnya dengan kukunya yang dicat oranye.
“Kau bicara dengan ponsel?”
Tara mengangkat wajah dan melihat Elise Lavoie yang baru masuk ke ruangan dan tersenyum kepadanya. Elise manis yang berambut pirang emas sebahu, bermata hijau, dan berhidung berbintik-bintik itu berusia 29 tahun, beberapa tahun lebih tua daripada Tara, tapi secara fisik wanita itu tidak terlihat seperti wanit Eropa seusianya. Perawakannya kurus, kecil, dengan wajah seperti gadis remaja.
“Sudah selesai siaran?” Tanya Tara ringan.
Elise mengangguk dan berjalan ke meja kerjanya yang persis di depan meja Tara. Merka berdua sama-ssama penyiar di salah satu stasiun radio paling popular di Paris. Elise lebih senior daripada Tara dan siaran utama yang ditanganinya adalah Je me souviens¹…, yaitu acara yang membawakan surat-surat dari para pendengar, semenTara Tara membawakan program lagu-lagu popular dan tangga lagu mingguan.
            Setelah lelah menunggu teleponnya bordering Tara pun memutuskan untuk pulang.
1 Aku mengenang…
“Mademoiselle² Dupont.”
            Tara mendengar panggilan dari seorang laki-laki yang sangat dikenalnya, tapi ia malah pura-pura tidak mendengar. Ia keluar dari gedung tempat dia bekerja dan melangkah cepat ke tempat mobilnya diparkir, berusaha keras mengabaikan bunyi langkah kaki yang menyusulnya.
Saat Tara hendak membuka pintu mobil. Tiba-tiba laki-laki itu menahannya dan meminta Tara untuk menemaninya makan malam. Tara berusaha terlihat tidak peduli, tapi akhirnya ia tidak tahan lagi dan berseru, “Brengsek kau, Sebastien Giraudeau! Kemana saja kau selama ini? Kenapa tidak meneleponku?”
Senyum Sebastien Giraudeau melebar, sama sekali tidak terpengaruh omelan Tara.
“Aku mau makan sate kambing!” kata Tara ketus. Ia bersedekap dan menatap lurus ke mata Sebastien.
2 Nona
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Di Paris ini ada satu bistro kecil tidak terkenal yang menjadi kesukaan Tara karena mereka menyajikan masakan Indonesia, khususnya sate kambing kesukaannya. Lain halnya dengan Sebastien. Laki-laki itu tidak  terlalu suka sate kambing atau masakan Indonesia. Singkatnya,ia tidak terlalu suka makanan lain selain makanan Eropa.
Saat makan Tara tidak bisa menahan diri untuk bertanya kepada Sebastien tentang dirinya yang tidak memberii kabar kepada Tara melalui telepon.“Jadi,” kata Tara dengan mulut yang masih agak penuh. Ia mengunyah sebentar, menelan, lalu melanjutkan, “Kemana saja kau seminggu terakhir ini? Kalau kau masih ingat, waktu itu kau janji mau menjemputku di bandara. Kau tahu berapa lama aku menunggu?”
Sebastien tidak segera menjawab. Ia menahan senyum dan berusaha meyakinkan dirinya sendiri sekali lagi bahwa ia lebih suka Tara Dupont yang cerewet daripada Tara Dupont yang pura-pura tidak mengenalnya.
“Aku tahu apa yang sedang kau pikirkan. Jangna coba-coba mengataiku cerewet,” ancam Tara sambil meraih setusuk sate lagi dan menatap Sebastien dengan mata disipitkan.
Mereka berdua sudah berteman sejak Tara pindah ke Paris. Pertemuan pertamanya  adalah saat Sebastien diajak menghadiri pesta pembukaan restoran baru ayah Tara di Quartier Latin. Sebastien pernah berpikir bahwa gadis itu anak angkat karena Tara berbeda sekali dengan ayahnya. Ayah Tara, Monsieur3 Dupont adalah tipikal orang Eropa, jangkung, tampan, dengan rambut cokelat terang, hidung mancung, mata kelabu dan kulit putih pucat, sedangkan putrinya, Tara Dupont, memiliki ciri-ciri dominan orang Asia. Sebastien kemudian menganggap Tara seperti adiknya sendiri.
“Halo? Kau mau mulai menjelaskan sekarang atau mau menunggu sampai salju turun?”
Sebastien mengangkat wajah dan mendapati Tara sedang menatapnya dengan alis terangkat. “Baiklah, aku minta maaf.” Kata Sebastien hati-hati dan menyunggingkan senyum seribu watt-nya. “Aku minta maaf karena tidak bisa menjemputmu di bandara. Aku juga minta maaf karena tidak menghubungimu.”
Akhirnya Sebastien menjelaskan bahwa selama ini dirinya pergi ke Tokyo untuk mengerjakan salah satu proyek ayahnya menjadi salah satu arsitek yang terlibat dalam proyek ini. Dan Sebastien juga bercerita kalau dia memiliki teman di Jepang yang bernama Tatsuya Fujisawa.
“Dia juga arsitek dan dia akan bergabung dalam proyek pembangunan hotel ini. Arsitek jepang yang sebelumnya bertanggung jawab dalam proyek ini mendadak menarik diri dari pekerjaan ini. Karena itu perusahaan pihak jepang mengusulkan agar Tatsuya yang menggantikannya.”
“Tetapi ketika aku dan ayahku bermaksud menemuinya di Tokyo, kami diberitahu dia sedang berada di Paris. Aku berhasil menghubunginya dan berjanji akan meneleponnya lagi kalau sudah kembali ke Paris.”
Tara menunggu kelanjutannya. Ia masih belum mengerti arah pembicaraan Sebastien. Dan Sebastien pun menjelaskan bahwa dia telah menghubungi Tatsuya untuk datang ke bistro tempat dirinya dan Tara berada. Sebenarnya Tara kesal dengan keputusan sepihak Sebastien ini karena Tara ingin mengobrol berdua saja dengannya.  Sebastien baru akan menjelaskan ketika ponselnya berbunyi. “Halo? Oh, Tatsuya. Sudah sampai?” Sebastien berpaling ke arah pintu dan Tara dengan enggan mengikuti arah pandangnya. Ia melihat seorang pria berwajah Asia memasuki bistro sepi itu sambil memandang ke sekeliling ruangan. Sebastien melambaikan tangan. Pria itu melihatnya dan tersenyum.
Sebastien langsung berdiri merangkul dan menepuk-nepuk punggung temannya itu. SemenTara Tara memerhatikan Tatsuya Fujisawa dengan cermat dan kening mengkerut, Tara merasa ini sepertinya tidak asing. Tidak, Tara yakin betul ia tidak pernah bertemu laki-laki ini sebelumnya, tetapi ada sesuatu yang merasa tidak asing dari diri Tatsuya Fujisawa.

Akhirnya sebastien memperkenalkan Tara pada Tatsuya dan mereka mulai bercerita. Mulai dari kebiasaan Tara yang suka memakan sate kambing dan Tara yang juga menjadi seorang penyiar radio. Sebastien menawarkan Tatsuya untuk mengikuti salah satu program di stasiun Tara yaitu menulis surat untuk dikirimkan ke acara di radio tersebut.
Tiba-tiba Tara merogoh tas tangannya untuk mengambil ponsel dan menatap benda itu sejenak, lalu berkata kepada kedua laki-laki di hadapannya itu dengan nada menyesal, “Maaf, aku tidak bisa tinggal lebih lama. Ada urusan mendadak. Aku harus pulang sekarang.”
Awalnya sebastien mengira Tara kesal, tapi kenapa gadis itu harus berpura-pura mendapat pesan tentang urusan mendadak?
Tara mengenakan kembali jaket dan syalnya sambil meminta maaf kepada kedua laki-laki di hadapannya.
“Sampai jumpa.” Tara merangkul Sebastien dan menempelkan pipinya di pipi Sebastien dengan cepat, setelah itu ia melambai kepada Tatsuya dan keluar dari restoran.
3 Tuan

                Tara sedang bersantai di ruang tengah apartemennya sambil mendengarkan radio.
            “Selamat siang, para pendengar. Bagaimana kabar Anda semua hari ini?”
            Tara mendengar suara Elise yang ceria di radio dan melirik jam dinding. Oh, Je me souviens… yang dipandu Elise sudah dimulai.
            Suara Elise yang ramah terdengar lagi. “Surat pertama yang akan saya bacakan hari ini adalah surat dari salah seorang pendengar kita yang bernama Monsieur Fujitatsu.”
                Fujitatsu? Tara mengerutkan kening. Nama asing, tapi herannya terdengar tidak asing. Elise mulai membacakan surat yang ditulis oleh Monsieur Fujitatsu itu. Menceritakan tentang perjalanannya yang kesekian kali ke Paris. Tetapi perjalanannya kali ini berbeda karena dia menemukan sosok perempuan yang menarik di matanya.
            “… Tapi harus kuakui, ada sesuatu dari gadis itu yang membuatku tertarik.
            Setelah membaca cukup lama, akhirnya Elise berhenti bercerita sampai di situ. Tara mendengar Elise menghela napas dan berkata dengan nada menyesal. “ Monsieur Fujitatsu, Anda membuat kami semua penasaran sekali. Anda tertarik pada gadis itu, bukan? Apakah Anda sedang mencarinya? Apakah Anda bertemu denganny lagi? Mungkinkah itu cinta pada pandangan pertama? Monsieur Fujitatsu, Anda harus mengabari kami lagi kalau ada perkembangan menarik!”
            Tara tersenyum sendiri. Monsieur Fujitatsu itu sepertinya tipe pria romantis. Tara baru akan berdiri dan memberieskan cat kukunya ketika gerakannya terhenti.
            Fujitatsu?
            Tara mengerjap-ngerjapkan mata.
            Fujitatsu… Fuji-Tatsu… Fujisawa Tatsuya…? Tatsuya Fujisawa?!
            Tara ingin memastikan. Oh ya, ia punya janji makan siang dengan Sebastien hari ini. Ia bisa bertanya pada Sebastien. Tiba-tiba ia mendengar bunyi ponsek. Ia berjalan tertatih-tatih ke kamar tidurnya dan mengambil ponsel yang tergeletak di tempat tidur. Ia menatap layar ponsel dan tersenyum.
            Allo, Sebastien,” katanya begitu ia menempelkan ponsel ke telinga.
            “Tara, maaf hari ini aku tidak bisa makan siang denganmu.” Senyum Tara memudar dan ia mendesis kesal.
            Sebastien pun menjelaskan sebab dirinya tidak bisa makan siang dengan Tara karena harus ke Nice untuk menemui kepala proyek. Akhirnya, Tara pun menyerah dan membiarkan Sebastien menyelesaikan masalahnya di Nice. Tiba-tiba ia teringat, “Oh ya, Sebastien.”
            “Hm?”
            “Temanmu yang dari Jepang itu—Tatsuya Fujisawa—yang kau kenalkan padaku sekitar dua minggu yang lalu…”
            “Mm, kenapa?”
            Mereka pun akhirnya membicarakan tentang surat yang menurut Tara ada hubungannya dengan Tatsuya.
            “Kau tenang saja. Akan kutanyakan padanya begitu dia kembali ke sini. Aku tahu kau tidak boleh dibiarkan penasaran. Kalau tidak, orang-oramg di sekitarmu bisa terluka.” Sebastien berkata dengan nada bergurau.
            Tara tersenyum. “Telepon aku kalau kau sudah kembali dari Nice. Semoga tidak ada masalah gawat di sana.”


            Karena satu jam lagi ia harus siaran, Tara memilih makan siang di kafe yang paling dekat dengan stasiun radio, sehingga ia tidak perlu buru-buru mengejar waktu siaran. Saat ingin memesan makanan tiba tiba Tara melihat sosok laki-laki dan ia pun ingat. Tatsuya Fujisawa! Laki-laki itu Tatsuya Fujisawa! Ia melompat dan berdiri dan nyaris menabrak pelayan yang berdiri di dekatnya. Tara segera menghampiri meja Tatsuya.
            “Permisi,” katanya agak ragu.
            Laki-laki itu mengangkat wajah dan menatapnya dengan bingung. “Ya?”
            Tara pun berusaha untuk mengembalikan ingatan Tatsuya tentang dirinya. “Oh, benar. Tara,” katanya sambil tersenyum lebar. “Apa kabar?”
            Mereka pun akhirnya mengobrol dan Tara tiba-tiba teringat dengan surat yang dibacakan Elise saat siaran tadi. “Ngomong-ngomong, ada yang ingin kutanyakan. Apakah kau menulis surat ke stasiun radio kami?”
Tatsuya mengangkat alisnya dan mulai menjelaskan bahwa Fujitatsu itu memang benar dirinya. Rasa penasaran Tara pun sedikit terjawab dengan jawaban Tatsuya. Mereka pun akhirnya larut dalam obrolan yang cukup menyenangkan. Mereka tidak pernah kehabisan bahan obrolan. Meskipun begiu, tetap saja Tara tidak bisa menghilangkjan perasaan mengganggu bahwa ada sesuatu pada Tatsuya yang membuatnya bingung.
            “Ada rencana khusus akhir pekan ini?” Tanya Tara setelah mereka membayar makanan dan keluar dari kafe.
            “Aku berencana akan berkeliling kota. Aku sudah berkali-kali datang ke Paris, tapi sama sekali belum sempat melihat-lihat,” jelas Tatsuya, lau ia menoleh kea rah Tara. “Kau mau menjadi pemanduku?”
Tara tersenyum. “Tidak masalah.”
                Tatsuya melirik jam tangannya, lalu memandang ke luar jendela, memerhatikan orang-orang yang berlalu lalang. Ia menempati meja di samping jendela sehingga bisa melihat jalanan di luar sana dengan jelas.
            Gadis itu sudah terlambat tujuh belas menit. Sayang sekali ia tidak meminta nomor telepon Tara kemarin. Kalau tidak, ia bisa menelepon gadis itu dan bertanya apakah ia akan datang. Mungkin saja gadis itu tiba-tiba berhalangan karena ada urusan penting tapi tidak bisa menghubunginya. Kalau memang begitu, berarti sia-sia ia menunggu selama ini.
            Tatsuya menyesap kopinya dan kembali membaca buku panduan kota Paris yang baru dibelinya. Sesekali ia memandang ke luar jendela sambil melamun. Tiba-tiba matanya terpaku pada orang berjaket hitam yang berjalan lewat tepat di depan jendela kafe. Ia terkesiap dan sekujur tubuhnya langsung menegang, ia hamper tidak percaya pada apa yang dilihatnya.
            Pandangan Tatsuya tak pernah lepas dari orang itu sampai sosoknya hilang ditelan kerumunan orang di seberang jalan. Setelah orang itu lenyap dari pandangan, Tatsuya baru menyadari sejak tadi ia menahan napas. Tangannya terkepal di atas meja. Jantungnya berdebar kencang. Selama ini ia terus mencari orang itu dan akhirnya hari ini ia melihatnya. Seharusnya tadi Ia langsung mengejar orang itu.
            “ Maaf, aku terlambat.”
            Tara terus berbicara untuk meminta maaf karena dirinya terlambat, tapi Tatsuya nyaris tidak mendengarkan apa yang dikatakannya, karena bayangan orang tadi masih meemnuhi otaknya.
            “Tatsuya?”
            Tatsuya menoleh ke arah Tara. Gadis itu sedang mengamatinya dengan tatapan heran.
            “Kau sakit? Wajahmu kelihatan pucat,” kata Tara prihatin.
“Aku tidak apa-apa,” sahut Tatsuya, lalu beranjak dari kursi “Aku ke belakang sebentar.”
“Oh, oke,” gumam Tara masih agak bingung. Bagaimana tidak bingung kalau dari tadi ia terus mengoceh tetapi tidak ditanggapi?
Di toilet, Tatsuya segera menghampiri wastafel dan membasuh wajahnya. Mengendalikan debar jantungnya, dan mengendalikan dirinya…
Setelah debar jantungnya kembali normal, ia mengangkat wajah dan menatap bayangannya sekali lagi. Ia mengangguk samar, lalu meraih serbet untuk mengeringkan wajah.
Ia keluar dari toilet dan berjalan kembali ke mejanya, namun langkahnya tiba-tiba terhenti. Matanya terarah pada Tara yang duduk menunggu di sama. Gadis itu tidak menyadari kedatangannya karena posisi duduk yang sedikit miring dan memunggunginya. Gadis itu duduk bersandar dengan kaki disilangkan dan memandang ke luar jendela.
Gadis itu… posisi duduknya… kaca jendela besar… sinar matahari menyinarinya…
Benar-benar aneh—tapi menyenangkan--melihat gadis itu duduk di sana dan melihat ke luar jendela.posisi duduknya sekarang mengingatkan Tatsuya pada saat pertama kali ia bertemu dengan gadis situ di bandara Charles de Gaulle yang membuatnya merasa tertarik…
                “Sudah lama aku ingin melihat-lihat museum yang ada disini. Museum apa yang menarik?”
            “Museum?” Tara mengerjap-ngerjapkan mata.   Sudah berapa kali laki-laki ini memberiikan jawaban yang sama sekali tidak diduganya? Tatsuya Fujisawa benar-benar orang yang sulit ditebak.

Gadis itu kelihatan bosan.
            Tatsuya melirik Tara yang sedang memandangi sebuah patung karya Rodin tanpa ekspresi. Mereka sudah berada di museum itu selama lebih dari dua jam dan walaupun jelas-jelas tidak tertarik pada seni patung, gadis itu cukup sabar menemaninya. Tidak mengeluh sedikitpun. Akhirnya Tatsuya memutuskan untuk tidak memperpanjang penderitaan Tara dia pun mengajak gadis itu ke kafe untuk makan.
            Selama menunggu makanan Tara terus berceloteh panjang lebar tentang tempat di Paris yang menurutnya harus dikunjungi Tatsuya. Sedangkan Tatsuya sendiri berusaha menahan senyum. Gadis itu sanggup bercerita terus kalau memang diperlukan. Gadis yang menarik.
            Setelah selesai makan Tara pun membawanya berkelilinh kota, dengan penuh semangat menunjukkan tempat-tempat menarik, seperti pemandu wisata berpengalaman. Tatsuya menyadari Tara gadis yang ekspresif. Ia tidak hanya bercerita dengan kata-katanya, tapi juga dengan mata dan gerakan tubuhnya.
            Mereka saling bercerita satu sama lain. Tentang musim gugur, warna mata, bahasa jepang, dll. “Aku jadi ingin belajar bahasa Jepang.”
“Kau ingin belajar bahasa Jepang?” Tatsuya mengulangi ucapan Tara. “Kenapa?”
“Tidak kenapa-kenapa. Aku memang suka belajar bahasa asing,” sahutnya sambil mengangkat bahy. “Kalau tidak salah dalam bahasa Jepang kau harus menambahkan kata san pada nama orang, bukan?”
Tatsuya mengangguk. “Kalau kau sudah mengenalnya dengan baik, kau boleh memakan kata chan.”
“Tatsuya-san? Atau Fujisawa-san?” Tanya Tara tidak pasti.
“Dua-duanya boleh, Tara-chan.”
“Hei, kau tahu, aku suka caramu menyebut namaku,” kata Tara dengan wajah berseri-seri. “Sebastien tidak pernah menyebut namaku dengan benar.”
Tatsuya merasa senang. Ia punya satu kelebihan dibandingkan Sebastien.
Nah, pikiran apa itu? Kenapa sekarang ia membanding-bandingkan diri dengan Sebastien? Tatsuya menghapus pikiran itu dari benaknya.
Tiba-tiba ponsel gadis itu berbunyi.
            “Allo?” kata Tara setelah menempelkan ponsel ke telinga. Tatsuya bisa melihat perubahan ekspresinya. Matanya berkilat-kilat dan senyumnya melebar.
            Telepon dari Sebastien, pikir Tatsuya tanpa bisa dicegah.
            “Sebastien!” seru gadis itu gembira.
            Tatsuya memalingkan wajah. Benar, bukan?
            Setelah Tara menutup ponselnya Tatsuya pun bertanya sekedar untuk berbasa-basi. “Sebastien pulang hari ini?”
Tara mengangguk. “Aku mau pergi menjemputnya,” katanya, lalu ia teringat sesuatu. “Oh ya maaf. Aku tidak bisa menemanimu ke Arc de Triomphe malam ini.”
            “Tidak apa-apa. Kita bisa pergi lain kali. Terima kasih karena sudah menemaniku hari ini.”
Tara melambaikan tangan. “Sampai jumpa.”
            “Sampai ketemu lagi, Tara-chan.”
            Tatsuya memandangi Tara yang berlari-lari kecil menjauhinya dan menarik napas panjang.

                Tatsuya mengirimkan surat lagi ke acara Elise. Kali ini surat itu ditujukan kepada Tara. Ia sangat berterima kasih karena Tara sudah bersedia menjadi pemandunya untuk mengelilingi kota Paris.
Saat siang, Sebastien mengajak Tara untuk makan siang bersama. Sebastien pun minta izin untuk mengajak Tatsuya. Tara pun dengan senang hati mengizinkannya karena ia ingin sekali bertemu Tatsuya lagi. Di dalam mobil Sebastien bercerita banyak tentang wanita yang disukainya. Tara pun harus bersabar mendengarkan cerita yang bisa membuat darahnya mendidih. Ya, Tara sangat cemburu ketika mengetahui Sebastien jatuh cinta dengan seorang wanita.
Sesampainya di restoran Tara langsung mencari Tatsuya dan Sebastien pun memberii tahunya kalau Tatsuya tidak bisa ikut makan siang bersama mereka. Saat sedang mengobrol tiba-tiba ponsel Sebastien berbunyi. Telepon dari wanita yang disukai Sebastien, Juliette…
Tara langsung memasang muka masam. Sebastien mendengarkan ponsel, lalu tertawa dan berkata, “Tentu saja aku punya waktu sekarang.”
Tara melotot. Apa katanya? Tara benar-benar tidak terima! Sebastien rela membatalkan makan siang dengannya hanya demi Juliette. Sebastien  meminta maaf lalu bangkit dari kursi dan meraih jaket melambai ke arah Tara dan keluar dari restoran.
Tara menunduk menatap taplak meja yang putih. Menarik napas panjang, lalu mengangkat tangan kanannya dan ditempekan di dada. Sakit.

                Hari itu sungguh menyebalkan. Perasaan Tara tidak membaik sepanjang sisa hari itu. Ditambah lagi ia terpaksa menerima omelan dari atasannya. Setelah keluar dari ruangan atasannya Elise langsung tersenyum menghibur Tara. Ia pun mengalihkan pembicaraan agar Tara tidak terlalu larut dalam kejadian tidak menyenangkan itu. Elise mengalihkan pembicaraan tentang ulang tahunnya yang akan diadakan hari sabtu. Saat Tara asyik mengobrol dengan Elise tiba-tiba Tatsuya menelepon untuk meminta maaf karena tidak bisa makan siang bersama. Dan sebagai permintaan maafnya Tatsuya mengajak Tara untuk makan malam bersama di rumahnya. Tara pun setuju dan meminta alamat rumah Tatsuya.
            Sesampainya di rumah Tatsuya mereka pun makan bersama. Setelah selesai makan Tara melihat sekeliling apartemen Tatsuya dan melihat foto almarhumah ibu Tatsuya. Tatsuya pun tiba-tiba bercerita maksud dan tujuannya datang ke Paris adalah untuk mencari cinta pertama ibunya.
            Sebenarnya Tatsuya sudah tahu mengenai informasi yang berkaitan dengan cinta pertama ibunya itu. Tetapi ia belum berani untuk bertemu dengannya. Akhirnya Tara mengalihkan pembicaraan mengenai surat yang sering dikirim Tatsuya ke acara di stasiun radionya itu memiliki banyak penggemar. Tara pun meminta Tatsuya untuk tetap mengirim surat-surat romantisnya itu ke radio. Tatsuya berpikir sebentar, lalu berkata, “Akan kukabulkan keinginanmu kalau kau mau pergi jalan denganku kapan-kapan.”
            Mata Tara membesar dan ia tersenyum. “Kau mengajakku kencan?”
                Tatsuya mengirim surat lagi ke acara Elise itu. Ia tetap konsisten menceritakan satu gadis yaitu Tara. Tara pun juga konsisten menyukai surat yang dibacakan oleh Elise itu. Saat sedang mendengarkan radio tiba-tiba ponsel Tara berbunyi. Telepon dari Tatsuya. Ia ingin mengajak Tara kencan dan tentu saja Tara langsung menerimanya.
            Sejak hari itu Tatsuya sering menulis surat ke Je me souviens dan membuat Tara selalu menanti-nantikan acara itu. Isi suratnya selalu mengenai hal-hal yang sepele namun anehnya berkesan.
                Akhirnya Tatsuya memberianikan diri untuk menelepon cinta pertama ibunya, Monsieur Jean-Daniel Lemercier… Ia meminta orang itu bertemu dengannya di suatu tempat untuk membicarakan hal penting mengenai ibunya.
            Saat sudah berhadapan dengannya Tatsuya pun menceritakan semuanya tentang kematian ibunya lalu menyerahkan surat yang ditulis ibunya sebelum meninggal dunia kepada Jean-Daniel Lemercier. Dan Tatsuya juga bercerita bahwa dia adalah anak kandungnya. Anak kandung dari Monsieur Jean-Daniel Lemercier.
            Tatsuya juga bercerita kalau maksud dia menemui ayah kandungnya ini bukan untuk meminta apapun. Ia merasa dirinya sudah berkecukupan.
            “Anda sudah berkeluarga, Monsieur?” tanya Tatsuya. Tiba-tiba saja Tatsuya ingin lebih mengenal ayah kandungnya.
            Jean-Daniel Lemercier tersenyum lemah dan bercerita juga kalau dia sudah pernah menikah dan memiliki anak bernama Victoria. Ia pun berjanji akan mengenalkan anaknya itu kepada Tatsuya.

                Tatsuya keluar dari restoran dan mengembuskan napas panjang. Selesai! Mimpi buruknya berakhir sudah. Ia merasa menyesal karena harus menunggu begitu lama untuk bertemu ayah kandungnya sendiri. Seusai pertemuan itu Tatsuya merasa harus menemui Tara dan menceritakan ini semua. Ia pun langsung mengeluarkan ponsel dan menelepon Tara.
            Mereka bertemu di taman yang tidak jauh dari tasiun radio tempat Tara bekerja. Tatsuya langsung menceritakan kalau cinta pertama ibunya itu adalah ayah kandungnya. Tara terpana dan kaget dengan berita itu tapi tetap berusaha tenang.
            Tatsuya pun kembali menjelaskan bahwa dirinya sangat lega setelah kejadian itu. Ia pun mengajak Tara untuk merayakannya dengan memasak kari di rumah Tatsuya.

                Tara mengajak Tatsuya ke salah satu kelab milik ayahnya. Kelab mewah bernama La Vue. Masih jelas dalam ingatan Tatsuya disinilah ia bertemu dengan gadis dari bandara itu. Mereka berada di kelab itu untuk menghadiri ulang tahun Elise.
            Di ulang tahun itu juga ada Juliette. Wanita yang disukai Sebastien. Elise mengatakan pada Tara kalau ada seseorang yang mendekati Tatsuya, dan itu adalah Juliette. Tentu saja, hal itu membuat Tara naik darah. Tara langsung menghampiri Tatsuya dan berbicara dengan nada sinis tapi Tatsuya malah tersenyum melihat tingkah Tara yang seperti itu. Dia mempunyai perkiraan kalau Tara cemburu. Tapi Tara malah mengelak. Tatsuya pun berusaha menjelaskan kalau Juliette bukanlah tipenya.
            Saat sedang asyik mengobrol dengan Tatsuya tiba-tiba Tara melihat Papanya. Dia pun menyelutuk dan semua orang menoleh termasuk Tatsuya.
            “Papa,” seru Tara gembira sambil merentangkan kedua tangannya.
            “Victoria, ma cherie,” kata pria itu dan merangkul Tara.
            Saat itulah Tatsuya melihat wajah pria itu dengan jelas dan darahnya mendadak membeku.
            Papa…? Victoria…?
            Saat itu juga Tara memperkenalkan bahwa pria yang ada disampingnya Jean-Daniel Dupont adalah ayahnya, pemilik kelab paling mewah di Paris, La Vue. Tetapi Tatsuya lebih mengenalnya dengan nama Jean-Daniel Lemercier, orang yang baru diketahuinya sebagai ayah kandungnya. Ya, ayah Tara mengubah namanya karena suatu alasan yang tidak bisa diberitahunya…

            Untuk beberapa detik yang menegangkan, mereka berdua bertatapan. Hanya bertatapan. Terlalu kaget dan bingung untuk bersuara.  Suasana sangat sunyi untuk beberapa saat. Akhirnya Tatsuya pergi dari tempat itu untuk mengambil minuman dan juga untuk mengendalikan diri kembali setelah melihat kejadian yang tak diduganya.
            Saat Tatsuya pergi ayah Tara langsung mengajaknya untuk berbicara empat mata. Ayahnya menanyakan tentang hubungan anaknya dengan Tatsuya. Dan jawaban Tara sangat mengejutkan ayahnya. Ia mengaku kalau dirinya menyukai Tatsuya.
            Tatsuya sendiri hancur ketika mengetahui Tara adalah anak dari Jean-Daniel Dupont. Itu berarti mereka kakak beradik. Tatsuya pusing memikirkan hal itu. Dia sampai tidak sadar sudah tidak tidur semalaman karena memikirkan hal itu. Sekarang ia sungguh-sungguh berharap Jean-Daniel Dupont bukan ayah kandungnya.
            Setelah kejadian itu Jean-Daniel Dupont mengajak Tatsuya untuk bertemu. Ia terlalu cemas jika dua kakak beradik ini terlibat cinta. Tapi Tatsuya tetap berkelit dengan memberiikan pernyataan yang tidak-tidak, seperti…
            “Apakah Tara benar putri kandung Anda?”
            “Apa Anda yakin kalau saya adalah putra kandung Anda?”
            Akhirnya Tatsuya ingin mengajukan harapan terakhirnya yaitu melakukan tes DNA, dan Jean-Daniel Dupont menyetujuinya.
                Tara sedang menemani Elise di rumah sakit. Olivier, pacar Elise sedang di rumah sakit karena harus menjalani operasi usus buntu.  Saat ingin ke toilet tiba-tiba Tara melihat ayahnya. Ia pun menghampiri ayahnya dan melihat perubahan sikap ayahnya yang selalu gelisah. Tapi saat ditanya pasti ayahnya selalu meyakinkan segalanya baik-baik saja.
            Tara pun menjelaskan alasannya berada di rumah sakit. Begitupun ayahnya. Ayahnya menjelaskan dengan terburu-buru dan ingin segera pergi untuk menjenguk temannya. Tara heran dengan sikap ayahnya yang terburu-buru, sangat bertolak belakang dengan sikap tenang ayahnya yang biasa. Ayahnya pun langsung meninggalkan Tara untuk menjenguk temannya.
            Saat Tara keluar dari toilet dan berjalan kembali ke kamar rawat Olivier. Ia melihat Tatsuya sedang duduk di bangku taman rumah sakit itu. Ia pun menghampiri Tatsuya dan melihat Tatsuya dalam keadaan pucat. Tatsuya pun mengaku kalau dirinya memang kurang tidur. Tara menggigil saat sedang mengobrol dengan Tatsuya. Melihat hal itu Tatsuya pun langsung memeluk Tara. Sedangkan Tara  langsung mengerjapkan mata dan tercengang dengan kejadian itu. Tapi ia menurut saja.

                Amplop tipis di tangannya ini terasa berat. Amplop yang berisi hasil tes DNA dirinya bersama Jean-Daniel Dupont. Dengan tangan yang agak gemetar ia merobek amplop putih itu dan mengeluarkan kertas di dalamnya.
            Begitu selesai membaca, kedua tangannya terkulai lemas dan ia memejamkan mata erat-erat. Harapan terakhirnya… Satu-satunya harapan yang dimilikinya hilang sudah.
            Ia. Tatsuya Fujisawa, memang anak kandung Jean-Daniel Dupont.

                Tara datang ke kantor Sebastien. Ia ingin menggali lebih jauh tentang perubahan sikap Tatsuya. Tapi nihil. Ternyata Sebastien juga tidak tahu-menahu tentang perubahan sikap Tatsuya itu. Akhirnya Tara pun menyerah dan mengalihkan pembicaraan . Tara menanyakan hubungan Sebastien dengan Juliette tetapi Tara sangat terkejut dengan jawaban Sebastien. Ternyata Sebastien telah dicampakkan oleh Juliette.
            Saat ingin memesan makanan untuk makan siang mereka. Sebastien tiba-tiba teringat sesuatu dan bertanya kepada Tara, “Ngomong-ngomong, apakah kau tahu hari ini ulang tahun Tatsuya?”
           

Saat Tara sudah pulang dari kantornya Sebastien pun masuk ke ruangan Tatsuya untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi padanya. Tapi Tatsuya mengatakan kalau dirinya baik-baik saja. Saat sedang berbicara dengan Sebastien tiba-tiba Jean-Daniel Dupont menelepon Tatsuya dan menanyakan tentang hasil tes DNA. Tatsuya pun memberii tahu hasilnya. Dan Jean-Daniel Dupont menyuruh Tatsuya untuk segera memberii tahu Tara tentang kebenaran itu.
            Sepanjang hari Tatsuya merenung. Ia terus menyibukkan diri tanpa henti, sampai ponselnya berbunyi. Telepon dari Tara. Ia meminta Tatsuya untuk bertemu dengannya. Tapi Tatsuya berbohong dengan mengatakan dirinya sedang sibuk. Tetapi Tara tetap tidak mau tahu dan akan menunggu Tatsuya sampai kapanpun. Ia sangat yakin Tatsuya akan datang untuknya.
            Tara sudah mempersiapkan kejutan ulang tahun Tatsuya. Ia menunggu sangat lama sampai dia ingin putus asa. Tapi setelah tiga jam menunggu akhirnya Tatsuya datang. Tara pun langsung menyambutnya dengan ceria. Saat Tatsuya hendak menyampaikan sesuatu tiba-tiba Tara menyuruhnya untuk berhenti dan melihat kejutan yang disiapkan Tara untuknya. Tara membawakan kue dan hadiah berupa jam tangan. Agar Tatsuya tidak lupa waktu saat bekerja.

                Tara merasa ada yang aneh akhir-akhir ini dengan Tatsuya. Dan ia merasa harus menanyakan hal ini dengan ayahnya. Karena Tara merasa perubahan sikap Tatsuya ini ada hubungannya dengan ayahnya.
            Setibanya di kantor ayahnya. Tara mendapati ayahnya sedang menelepon seseorang. Dan Tara terkejut ketika ayahnya menyebutkan nama Tatsuya dalam obrolan di telepon itu. Setelah telepon berakhir ayahnya baru sadar kalau Tara sedari tadi telah mendengarkan percakapannya.
            Ayahnya pun menjelaskan kalau Tara tidak boleh menyukai Tatsuya. Tara pun bingung dengan sikap ayahnya yang tiba-tiba ini. Saat sedang berdebat dengan ayahnya Tara pun mendapat telepon dari Sebastien kalau di lokasi proyek ada kecelakaan. Dan Tatsuya adalah salah satu korbannya. Tara pun langsung bergegas menuju rumah sakit.

                Sesampainya di rumah sakit Sebastien pun menjelaskan bahwa Tatsuya tertimpa balok kayu. Sebastien juga menambahkan bahwa Tatsuya tidak apa-apa karena sudah ditangani oleh dokter yang cekatan. Teman ayah Tara, Dokter Laurent Delcour.
            Setelah diperiksa oleh dokter Tara pun masuk ke ruang rawat dimana tempat Tatsuya berada.  Ia memarahi Tatsuya, meskipun Tatsuya tidak mendengarnya. Tara terlihat kacau sekali ketika melihat Tatsuya terbaring lemah di ranjang rumah sakit.
           

Tara pun merasa harus menemui Dokter Delcour dan ayahnya Tara pun pergi mencarinya. Saat Tara sudah menemukan ruang kerja Dokter Delcour ia bisa mendengar percakapan anTara Dokter Delcour dan ayahnya. Saat itulah Tara akhirnya meyakinkan dirinya untuk menguping pembicaraan itu. Dan betapa terkejutnya Tara saat mengetahui bahwa ternyata Tatsuya adalah anak kandung dari ayahnya. Tara tercengang dan jantungnya serasa berhenti berdebar. Napasnya tercekat. Ia tidak percaya pada pendengarannya.
            Akhirnya kini ia tahu penyebab sikap Tatsuya yang berubah. Ia pun baru sadar kenapa sejak pertama kali bertemu Tatsuya, ia merasa laki-laki itu sepertinya tidak asing. Dulu ia tidak tahu kenapa, tetapi sekarang semuanya mendadak jelas.
            Tatsuya mengingatkan Tara pada ayahnya!
            Kenapa baru sekarang ia menyadarinya?
            Kenapa harus Tatsuya?
            Tara menekan telapak tangannya ke dada. Sakit…

                Tara tetap bekerja seperti biasa. Hanya saja sikapnya tidak biasa. Tara berubah menjadi pendiam. Setelah selesai siaran ia pergi ke puncak Arc de Triomphe salah satu tempat kesukaannya. Ia ingin menenangkan diri untuk beberapa saat disana.
            Saat sedang asyik menikmati kesunyian dan kesendiriannya tiba-tiba Tatsuya datang dan melepaskan kerinduannya. Tara bisa merasakan berbagai macam perasaan membanjiri dirinya. Saat itulah ia menyadari betapa ia merindukan Tatsuya. Amat sangat…
            Tara tidak bisa menahan air matanya. Akhirnya Tatsuya memutuskan untuk melupakan masalah mereka dan bersenang-senag sebentar. Tara pun setuju dan mereka pergi ke tempat yang bisa membuat mereka senang.
            Ketika waktu sudah berganti malam. Tara merasa tidak rela. Perlahan-lahan kenyataan mulai menghampiri dan ia belum siap menerimanya. Tatsuya mengantarnya sampai ke apartemen. Saat Tatsuya  berbalik pergi Tara sadar kalau ia belum ingin masuk ke apartemennya.. Ia butuh udara segar. Dan mungkin sungai Seine bisa menjadi salah satu alternatifnya.
            Sesampainya disana ia menangis dan memutuskan untuk menelepon ayahnya. Bertanya kenapa Tatsuya bisa menjadi anaknya. Meyakinkan ayahnya kalau ini hanyalah sebuah kebohongan. Dan pada akhirnya ia tidak bisa memendam ini terlalu lama. Kedua tangannya menutupi wajah, bahunya berguncang keras dan tubuhnya masih gemetar. Kemudia ia membisikkan pengakuannya, “Papa… Papa… aku… mencintainya.”


                Jean-Daniel Dupont langsung menelepon Tatsuya ketika mendapati anaknya menelepon dengan keadaan setengah histeris seperti itu. Ia meminta Tatsuya mencarinya. Tatsuya pun akhirnya mengiyakan dan meminta Sebastien untuk membantunya.
            Sebastien pun mengemudi dengan hati-hati dan berhenti di sungai Seine ketika menangkap sosok seseorang yang dikenalnya berdiri di tepi jembatan. Terlihat Tara seperti orang ingin bunuh diri. Tapi sebelum itu terjadi Sebastien dating menghampirinya. Dan membawa Tara kembali kea lam sadarnya.
            Tara pun berkata pada Sebastien bahwa dia ingin minum sampai mabuk. Bahkan kalau bisa sampai mati. Pada awalnya Sebastien memarahi Tara. Tapi pada akhirnya ia tidak bisa menolak keinginan Tara untuk minum. Sebastien pun mengajak Tara ke kelab milik ayahnya dan membiarkan Tara mabuk.
            Saat Tara hendak membuka bir ketiganya Sebastien terpaksa harus menghentikannya dan mengantarnya pulang. Gadis itu sudah mabuk berat dan sama sekali tidak bisa berjalan benar tanpa dibantu. Dalam keadaan seperti itu Sebastien pun memutuskan untuk bermalam di apartemen Tara. Siapa tahu apa yang akan dilakukan Tara bila tiba-tiba terbangun dan depresi sial itu kembali menyerangnya?
            Keesokan paginya, Sebastien sudah menyiapkan sarapan untuk Tara. Saat sedang menunggu Tara selesai mencuci muka tiba-tiba Tatsuya datang ke apartemen Tara. Saat keluar dari kamar mandi Tara berusaha bersikap seperti biasa. Ia pun memberi tahu Sebastien bahwa dirinya dan Tatsuya adalah saudara.
            Tatsuya pun bingung dengan perubahan sikap Tara yang mendadak ini. Ia pun pergi dari apartemen Tara dengan rasa kesal yang memuncak. Setelah Tatsuya pergi, Sebastien melihat Tara menempelkan telapak tangannya di dada. Bibirnya bergetar dan matanya berkaca-kaca. Gadis itu sedang berusaha keras menahan tangis.
                Saat sedang di kantor Tara asyik membaca majalah. Ketika Charles memasuki ruangan dan menyebutkan nama Tatsuya tiba-tiba sikap Tara langsung berubah. Ia merasa napasnya tercekat, tenggorokannya tersumbat, dan air matanya nyaris tumpah ke luar.
            Lain halnya dengan Tatsuya, ia berusaha keras untuk menyibukkan diri agar tidak punya waktu untuk memikirkan Tara atau apapun yang berhbungan dengan Tara. Ia pun pergi ke kafe untuk beristirahat sejenak. Saat itu pula ia mendengar namanya dipanggil oleh Juliette dan mereka pun akhirnya berbincang-bincang.
            Dan saat itu juga di kafe yang sama Tara melihatnya. Melihat Tatsuya tertawa bersama Juliette. Tiba-tiba ia merasa ada rasa sakit yang menghujam dadanya. Ia pun berusaha secepat mungkin keluar dari kafe itu. Dan akhirnya memutuskan untuk duduk di bangku panjang yang letaknya di pinggir jalan.
            Dan betapa terkejutnya Tara tiba-tiba saja Tatsuya sudah ada di depannya. Tatsuya berlari mengejar Tara karena ada suatu hal yang ingin diberitahunya kepada Tara. Tatsuya memberitahukan Tara bahwa dirinya akan kembali ke Jepang. Dan tidak akan kembali lagi ke Paris…
                Hari ini tubuh Tara sangat rapuh. Ia kehilangan semangat hidup. Ia merasa bimbang apakah dirinya harus mengantar Tatsuya ke bandara? Melepaskan Tatsuya untuk selamanya? Membiarkan Tatsuya menghilang dari pandangannnya?
            Tiba-tiba ia mendengar ponselnya bordering. Telepon dari Elise yang memberitahukan bahwa Monsieur Fujitatsu telah mengirimkan e-mail terakhirnya. Tara pun bergegas menyalakan radio dan mendengarkan cerita yang dikirimkan Tatsuya ke acara Elise.
            Tatsuya menceritakan tentang Tara lagi. Ia bercerita tentang sakitnya hati seseorang yang harus mencintai seseorang yang tidak boleh didapatkannya. Menceritakan awal pertemuannya dengan Tara. Dan akhirnya ia mengaku bahwa dirinya mencintai Tara.
                Sebulan sudah Tatsuya berada di Jepang. Dan semuanya baik-baik saja, ketika Tara mendapat telepon yang mengabarkan berita buruk itu segalanya berubah. Tatsuya mengalami kecelakaan dan mengalami coma. Tara pun langsung pingsan.
            Setelah sadar ayahnya langsung menjelaskan kepada Tara kalau Tatsuya masih hidup, tapi tidak akan bisa bertahan lama. Tara pun histeris mendengar hal itu. Akhirnya Tara dan ayahnya memutuskan untuk pergi menyusul Tatsuya.
                Begitu sampai di Jepang, Tara langsung menuju rumah sakit tempat Tatsuya dirawat. Disana ada ayah tiri Tatsuya yang terlihat sedih. Ia pun menjelaskan kalau alasan Tatsuya bertahan adalah karena menunggu Tara. Saat disuruh untuk masuk ke ruangan Tatsuya, Tara enggan untuk masuk karena dirinya takut ketika mereka bertemu Tatsuya akan berhenti menunggu dan meninggalkannya.
            Mengerti akan kegelisahan yang dirasakan Tara. Keiko, tetangga Tatsuya pun mengajak Tara untuk pergi ke apartemen Tatsuya. Tara pun akhirnya menurut. Ia pergi ke apartemen Tatsuya dan melihat sekeliling kamar itu. Terkadang Tara sedih tapi terkadang ia juga tersenyum membayangkan dirinya dengan Tatsuya dulu.
            Tara juga menemukan notes dan foto di dalam laci Tatsuya. Tentang Tatsuya dan dirinya. Tara tidak bisa menahan tangis ketika melihat itu. Tara pun lebih memberanikan diri untuk membuka laptop Tatsuya. Alisnya berkerut samar ketika melihat apa yang muncul di layar. E-mail! Tatsuya selalu menanyakan keadaan Tara lewat email melalui Sebastien. Tara pun membulatkan tekad, dan mulai membaca satu persatu e-mail tersebut.
            Semakin lama pandangannya semakin kabur, dadanya semakin berat, dan napasnya semakin sulit.

                Tara pun akhirnya memutuskan untuk masuk ke ruangan Tatsuya. Dirinya berharap Tatsuya dapat bertahan. Ia berusaha keras menahan tangis sambil menceritakan apa saja yang didapatkannya di apartemen Tatsuya. Tapi tidak berhasil. Ia menangis. Tapi saat itu juga mata Tara melebar saat melihat mata sebelah kiri Tatsuya yang tidak diperban basah. Dia menangis! Tara pun semakin gencar mengajak Tatsuya berbicara. Mengharapkan agar Tatsuya bangun dan membalas satu saja dari semua pertanyaanya.
            Tara memegang lengan Tatsuya dengan sebelah tangan sementara yangan lainnya menutup mulut. “Aku akan baik-baik saja,” isaknya pelan. “Aku akan selalu menyayangimu.” Aku mencintaimu… Aku mencintaimu… Aku mencintaimu…
            Lalu Tara mendengar bunyi panjang dan datar yang membuat bulu kuduknya meremang. Saat itu juga ayahnya langsung menarik Tara menjauh dari ranjang dan memeluknya. Sebelum ia sempat berpikir, pintu kamar terbuka dan orang-orang berpakaian putih menerobos masuk.
            Namun kenyataannya usaha dokter dan perawat yang mengelilngi ranjang Tatsuya tidak berhasil. Mereka perlahan menjauh dari ranjang dan menatap monitor yang tetap menunjukkan garis lurus itu. Tara membenamkan wajah di dada ayahnya dan menangis bersamanya.
            Jangan marah padaku kalau aku menangis… Hari ini saja… Kau boleh lihat sendiri nanti. Kau akan lihat tidak lama lagi aku akan kembali bekerja, tertawa, dan mengoceh seperti biasa… Aku janji…

0 komentar:

Posting Komentar

 

Life Is Beautiful Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea